2012/03/18

FENOMENA BUNUH DIRI & PERSPEKTIF TEORI KESEHATAN MENTAL

Fenomena bunuh diri di area publik masih menjadi tren di masa ini terutama di kalangan remaja Indonesia. Angka kasus bunuh diri pada kalangan anak hingga remaja di Indonesia termasuk tinggi di Asia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, pada 2005 tercatat 50 ribu penduduk Indonesia bunuh diri setiap tahun. Dari kejadian kasus bunuh diri tersebut, ternyata kasus yang paling tinggi terjadi pada rentang usia remaja hingga dewasa muda, yakni 15-24 tahun.
Berbagai tempat dapat dijadikan pilihan bagi mereka meregang nyawa. Baik itu di mall, pusat perbelanjaan, disebuah tower, gedung appartment dan lain-lain. Lokasi yang menjadi sarana untuk bunuh diri sama bervariasinya dengan sebab alasan dari mereka untuk melakukan tindakan menyimpang tersebut. Mulai dari masalah keluarga, ekonomi, pendidikan, masalah sosial maupun masalah percintaan. Apabila dulu fenomena bunuh diri banyak berasal dari kalangan bawah akibat kesulitan ekonomi, kini penyebab bunuh diripun menjadi sangat sepele seperti masalah yg disebabkan oleh putus cinta di kalangan remaja.

Faktor meniru juga menjadi penyebab meningkatnya kasus bunuh diri yang terjadi di kalangan remaja. Banyak di antara mereka yang menyaksikan, membaca, dan mendengar dari media massa mengenai fenomena bunuh diri pada kalangan remaja. Meski tidak memiliki data yang akurat, Darmaningtyas mencatat fenomena bunuh diri di kalangan remaja meningkat setiap tahunnya. Ia menunjuk negara Jepang merupakan negara yang paling banyak ditemui kasus bunuh diri pada tingkat remaja.

Teori-teori psikologi tentang bunuh diri, fokus pada pikiran dan motivasi dari orang-orang yang melakukan percobaan bunuh diri (Barlow & Durand, 2002). Teori-teori psikologi humanis-eksistensialis misalnya, menghubungkan bunuh diri dengan persepsi tentang hidup yang sudah tidak mempunyai harapan atau tidak mempunyai tujuan yang pasti. Beck (dalam Halgin & Whitbourne, 2003) mengatakan bahwa bunuh diri adalah ekspresi dari hilangnya harapan yang dicetuskan oleh ketidakmampuan individu dalam mengatasi stres.

            Secara garis besar bunuh diri dalam tinjauan psikologis dibahas dengan menggunakan pendekatan teori psikodinamik, teori kognitif-behavior dan teori gangguan mental.

Teori Psikodinamik
Psikodinamik memandang tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang individu adalah merupakan masalah depresi klasik, dalam hal ini, seseorang yang mempunyai agresifitas yang tinggi dalam menyerang dirinya sendiri (Meningger, dalam Meyer & Salmon, 1998). Konsep Freud tentang insting mati (death instinct), thanatos, merupakan konsep yang mendasari hal tersebut dan menjadi pencetus bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Teori Psikodinamik menyatakan bahwa kehilangan kontrol ego individu, menjadi penyebab individu tersebut melakukan bunuh diri (Meyer & Salmon, 1998).

Freud menyatakan jika depresi adalah kemarahan seseorang yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Secara spesifik, ego yang terdapat pada seseorang yang berada pada kondisi seperti hal tersebut, dihadirkan kepada orang yang telah meninggalkannya. Kemarahan akan menjadi lebih besar jika orang yang depresi berharap untuk menghapus kesan atau sosok dari orang yang meninggalkannya. Penghapusan atau penghilangan kesan atau gambar tersebut dilakukan kepada dirinya sendiri dengan jalan bunuh diri.

Teori ini menyatakan jika bunuh diri merujuk pada suatu manifestasi kemarahan kepada orang lain. Teori psikodinamik menyepakati atau menghendaki orang-orang yang bunuh diri jangan mengekspresikan kemarahannya ke dalam catatan atau surat, karena mereka tidak akan bisa mengekspresikan emosi tersebut dan mengembalikan perasaan tersebut kepada diri mereka.

Aliran-aliran psikodinamik terbaru yang muncul, masih terfokus pada kemarahan pada diri sendiri sebagai inti permasalahan atau penyebab terjadinya tindakan bunuh diri atau usaha bunuh diri (Maltsberger, dalam Hoeksema, 2001).

Teori Kognitif-Behavior
Teori kognitif-behavior meyakini jika kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap memberikan kontribusi terhadap terjadinya perilaku bunuh diri. Konsistensi prediksi yang tinggi dari variabel kognitif terhadap bunuh diri adalah kehilangan harapan (hopelessness), perasaan jika masa depan sangatlah suram dan tidak ada jalan untuk menjadikan hal tersebut menjadi lebih baik atau positif (Beck, dkk., dalam Hoeksema, 2001). Adanya pemikiran yang bercabang (dichotomous thinking), kekakuan dan ketidak luwesan dalam berpikir menjadi penyebab seseorang bunuh diri. Kekakuan dan ketidak luwesan tersebut menjadikan seseorang kesulitan dalam menemukan alternatif penyelesaian masalah sampai perasaan untuk bunuh diri yang dirasakan oleh orang tersebut menghilang.

Karakteristik perilaku yang menunjukkan atau yang menjadi penyebab seseorang melakukan bunuh diri adalah impulsifitas. Perilaku ini (impulsif), akan semakin berisiko jika terkombinasikan dengan gangguan psikologis yang lain, seperti depresi atau tinggal di lingkungan dengan potensi untuk menghasilkan stres yang tinggi (Hoeksema, 2001).

Gangguan Mental
Hampir 90 % individu yang yang melakukan bunuh diri dan usaha bunuh diri mempunyai kemungkinan mengalami gangguan mental (Jamison., NIMH., dalam Hoeksema, 2001., Wikipedia____). Gangguan mental yang paling sering dialami oleh orang yang melakukan bunuh diri adalah depresi (Wulsin, Valliant & Wells, dalam Hoeksema, 2001). Paling kurang, 15 % individu dengan depresi, sukses melakukan bunuh diri (Mental Health.Net). Banyak teori yang menjelaskan tentang depresi, dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya bunuh diri (Keliat, 1994).
Sering kali diagnosis psikiatri baru muncul setelah seorang individu melakukan bunuh diri. Analisis tingkah laku, suasana hati, dan pikiran individu yang melakukan bunuh diri didasarkan atas laporan dari keluarga dan teman-teman inidividu tersebut serta tulisan atau catatan-catatan individual. Dari data yang ada, 40 individu yang melakukan percobaan bunuh diri, 53 persen diantaranya didiagnosa mengalami gangguan depresi (Petronis., dkk, dalam Hoeksema, 2001). Dan semua bentuk gangguan psikologis atau gangguan mental berpotensi menjadi faktor risiko perilaku bunuh diri.



Dikutip dari:

KESEHATAN MENTAL


Mental hygiene merupakan konsep yang diambil untuk istilah Kesehatan Mental. Dimana makna dari mental itu sendiri sama dengan kata Psyche (Latin: Psikis atau Jiwa). Mental hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan unsur psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulanya kerusakan mental atau malajudjusment. 

Kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak memiliki keluhan terhadap hidupnya dan tumbuh dengan keadaan yang sehat secara fisik , emosional dan intelektual. Seseorang yang sehat mentalnya maka ia tidak akan mudah terganggu oleh stressor karena mereka dapat menahan diri dalam menghadapi bebrbagai tekanan yang ada. 

Kesehatan mental terkait dengan (1) bagaimana kita memikirkan, merasakan menjalani kehidupan sehari-hari; (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan sendiri dan orang lain; dan (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan.


Definisi Para Tokoh
Kesehatan Mental dan Ilmu Kesehatan mental memiliki banyak pengertian menurut para tokoh. Berikut adalah beberapa diantaranya.. 

Dr. Zakiah Daradjat (Kesehatan Mental, 1994)
"Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial."

Carl Witherington 
"Ilmu pemeliharaan kesehatan mental atau sistem tentang prinsip, metode, dan teknik dalam mengembangkan mental yang sehat".

Alexander Schneiders  
"Ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis dan bertujuan untuk mencapai dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri".


Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental :
A. Faktor Internal
Berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.

B. Faktor Eksternal
Merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya.

Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.


Karakterisitik Mental yang Sehat

Kesehatan mentalmenentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup dan juga menentukan tanggapan seseorang terhadap suatu persoalan, dan kemampuannya menyesuaikan diri. Kesehatan mental pulalah yang yang menentukan apakah orang akan menpunyai kegairahan untuk hidup, atau akan pasif atau tidak bersemangat.

Orang yang sehat mentalnya tidak akan lekas merasa putus asa, pesimis atau apatis, karena ia dapat mengahadapi semua rintangan atau kegagalan hidupnya dengan tenang. Apabila kegagalan itu dihadapi dengan tenang, akan dapatlah dianalisa, dicari sebab-sebab yang dimenimbulkannya, atau ditemukan faktor-faktor yang tidak pada tempatnya. Dengan demikian akan dapat dijadikan pelajaran yaitu menghindari semua hal-hal yang membawa kegagalan pada waktu yang lain. 

Seseorang dapat berusaha memelihara kesehatan mentalnya dengan menegakkan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan, yaitu:

  • Mempunyai self image atau gambaran dan sikap terhadap diri sendiri yang positif. 
  • Memiliki integrasi diri atau keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam mengatasi problema hidup termasuk stress. 
  • Mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal guna berproses mencapai kematangan. 
  • Mampu bersosialisasi atau menerima kehadiran orang lain. 
  • Menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan. 
  • Memiliki falsafah atau agama yang dapat memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya. 
  • Pengawasan diri atau memiliki kontrol terhadap segala keinginan yang muncul. 
  • Memiliki perasaan benar dan sikap bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya.
Schneiders membagi kriteria kesehatan mental menjadi beberapa kategori. Dalam bukunya Personality Dynamic and Mental Health, ia mengemukakan kriteria yang sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental sebagai berikut:
Schneiders membagi kriteria kesehatan mental menjadi beberapa kategori (dalam bukunya Personality Dynamic and Mental Health) mengemukakan kriteria yang sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental
  1. Adequate contact with reality (Hubungan yang adekuat dengan kenyataan)
  2. Healthy attitude (Sikap-sikap yang sehat)
  3. Control our thought and imagination (Pengendalian pikiran dan Imajinasi)
  4. Integration our thought and conduct (Integrasi pikiran dan Imaninasi)
  5. Integration of motives and resolution of conflict (Integrasi motif-motif dan pengendalian konflik/frustasi)
  6. Mental efficiency (Efesiensi mental)
  7. Adequate concept of self (Konsep diri yang sehat)
  8. Feeling of security and belonging (Perasaan terhadap rasa aman dan penerimaan)
  9. Adequate ego integration (Integrasi ego yang adekuat)
  10. A healthy emotional life (Emosional yang sehat)

Untuk mengetahui apakah seseorang sehat atau terganggu mentalnya, tidaklah mudah. Biasanya yang dijadikan bahan penyelidikan atau tanda-tanda dari kesehatan mental adalah tindakan, tingkah laku atau perasaan. Karenanya seseorang yang terganggu kesehatan mentalnya bila terjadi kegoncangan emosi, kelainan tingkah laku atau tindakannya. 

Sedangkan, seseorang  yang tidak sehat mentalnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Perasaan tidak nyaman (inadequacy) 
  2. Perasaan tidak aman (insecurity) 
  3. Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence) 
  4. Kurang memahami diri (self-understanding) 
  5. Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial 
  6. Ketidakmatangan emosi 
  7. Kepribadiannya terganggu 
  8. Mengalami patologi dalam struktur sistem syaraf (thorpe, dalam schneiders, 1964;61).
Ketika seseorang sakit secara fisik, maka ia akan berkonsultasi pada dokter. Begitu pula dengan kesehatan mental kita. Bila ada yang merasa mempunyai masalah, terbukalah dan bicarakan dengan orang yang dipercayai. Hal itu bukan pertanda kelemahan pribadi. Bila kamu melihat gejala tersebut pada orang lain, dorong orang tersebut untuk membicarakannya. Jangan merasa malu atau ragu untuk mencari pemecahan masalah kesehatan mental kamu pada ahlinya (konselor, psikolog klinis, psikiater).  

Setiap orang dapat melakukan langkah-langkah tertentu untuk mengatasinya. Kita cenderung beranggapan bahwa kesehatan mental adalah sesuatu yang berkaitan dengan kondisi dimana kita tidak bisa mengkontrol diri atau penanda kelemahan kepribadian. Persepsi tersebut tidak benar. Kita dapat melakukan sesuatu untuk membetulkan anggapan tersebut dan melindungi kesehatan mental kita. 

Tetaplah aktif dalam kegiatan-kegiatan yang positif seperti berolahraga, menjaga kebersihan serta penampilan diri karna itu semua dapat menjaga perasaan kita agar tetap positif. Kita juga dapat aktif dalam kegiatan bersosialisasi seperti mengikuti suatu klub atau komunitas maupun mengikuti kursus yang kita sukai. Jangan pernah ragu untuk terlibat di dalam suatu kelompok dengan suasana menyenangkan dan suportif. Namun jangan sampai kita terlalu lelah dengan aktifitas-aktifitas itu sendiri. Luangkan waktu untuk bersantai dan beristirahat. Penting juga untuk bisa tidur malam dengan baik atau lakukan hobi yang bisa membuat anda merasa nyaman serta relaks. Pola makan yang sehat juga harus diperhatikan, hindari minuman-minuman beralkohol & obat-obatan terlarang karena mereka tidak akan mengurangi masalah atau tingkat kekhawatiran kita. 

Hal penting berikutnya yaitu kita harus dapat menerima diri kita sendiri. Setiap manusia diciptakan sebagai pribadi yang unik dan tidak sama antara satu dgn yang lainnya. Syukuri apa yang telah Tuhan berikan, terimalah dan cintai diri sendiri secara wajar. Namun, yang terpenting dari segalanya yaitu hubungan kita dengan Tuhan. Dengan mendekatkan diri pada Tuhan kita akan merasa ada sesuatu kekuatan yang akan menolong dan harapan untuk menjadi lebih baik serta mendapat ketenangan. 

Demikian definisi kesehatan mental beserta karakteristik dan tips untuk menjaga agar mental tetap sehat. Semoga informasi yang saya berikan dapat berguna bagi halayak luas :))




Artikel ini dikutip dari: