2013/04/01

Person-Centered Therapy

Client-centered Therapy adalah sebuah metode terapi yang diperkenalkan oleh seorang tokoh yang bernama Carl Rogers yang merupakan pencipta pendekatan konseling dan terapi yang dimaksudkan untuk membantu klien memenuhi potensi unik mereka dan menjadi pribadinya sendiri. Pada awalnya terapi ini bernama Client-centered Therapy, tetapi mulai tahun 1974 Rogers dan rekan-rekan sejawatnya mengubah nama terapi ini menjadi Person Centered Therapy untuk lebih menekankan pada aspek manusiawi. 

Terapi person-centered bersandar pada asumsi bahwa setiap orang memiliki motif aktualisasi-diri. Motif ini didefinisikan sebagai kecenderungan yang melekat pada semua orang (dan semua organisme) untuk mengembangkan kapasitas-kapasitasnya dalam cara-caranya yang berfungsi untuk mempertahankan atau meningkatkan orang itu. Jika motif yang diasumsikan ini tidak ada, maka fokus utama terapi person-centered pada non-directive akan menjadi persoalan. Rogers berpendapat bahwa seorang terapis tidak boleh membuat sugesti-sugesti atau penafsiran dalam terapi karena dalam pandangannya motif aktualisasi akan menuntun pasien dengan sangat baik. Jika motif ini tidak ada maka tidak ada alasan bagi terapis untuk menjadi non-directive.


Ciri-Ciri Person-Centered Therapy

  • Terapi berpusat pada person difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan lebih sempurna.
  • Menekankan medan fenomenal klien. Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Klien tidak lagi menolak atau mendistorsi pengalaman-pengalaman sebagaimana adanya.
  • Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkan bahwa hasrat kematangan psikologis manusia itu berakar pada manusia sendiri. Maka psikoterapi itu bersifat konstrukstif dimana dampak psikoterapeutik terjadi karena hubungan terapis dan klien.
  • Terapi ini tidak dilakukan dengan suatu sekumpulan teknik yang khusus. Tetapi pendekatan ini berfokus pada person sehingga terapis dan klien memperlihatkan kemanusiawiannya dan partisipasi dalam pengalaman pertumbuhan.

Teknik-Teknik Person-Centered Therapy
Terapi ini tidak memiliki metode atau teknik yang spesifik, sikap-sikap terapis dan kepercayaan antara terapis dan klienlah yang berperan penting dalam proses terapi. Terapis membangun hubungan yang membantu, dimana klien akan mengalami kebebasan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Terapis memandang klien sebagai narator aktif yang membangun terapi secara interaktif dan sinergis untuk perubahan yang positif. Terapi ini pada umumnya menggunakan teknik dasar mencakup mendengarkan aktif, merefleksikan perasaan-perasaan atau pengalaman, menjelaskan, dan “hadir” bagi klien, namun tidak memasukkan pengetesan diagnostik, penafsiran, kasus sejarah, dan bertanya atau menggali informasi. Untuk terapis person centered, kualitas hubungan terapi jauh lebih penting daripada teknis. Terapis harus membawa ke dalam hubungan tersebut sifat-sifat khas yang berikut:

  • Menerima. Terapis menerima pasien dengan respek tanpa menilai atau mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
  • Keselarasan (congruence). Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya.
  • Pemahaman. Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif dan juga kognitif.
  • Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini. Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien.
  • Hubungan yang membawa akibat. Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas.

Fungsi terapi person centered
Pendekatan humanistik Roger terhadap person centered therapy membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Roger berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. 
Fokus dari terapi adalah pasien/klien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan pasien memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan-perasaannya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata-kata apa yang diungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.


Tahap-Tahap Person-Centered Therapy
Terapis melakukan dua tahap, yaitu:
  1. Tahap membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang substantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan, dan positif tanpa syarat. 
  2. Tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektivitas hubungan konseling dan disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Sedangkan jika dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan terapi dapat dijabarkan bahwa proses terapi dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
  1. Klien datang ke terapis dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
  2. Saat klien menjumpai terapis dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yang sedang dialami, dan menemukan jalan atas kesulitan-kesulitannya. Perasaan yang ada pada klien adalah ketidakmampuan mengetasi kesulitan hidupnya.
  3. Pada awal terapi klien menunjukan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada terapis secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal ini klien cenderung mengeksternalisasi perasaan dan masalahnya, dan mungkin bersikap defensif.
  4. Klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku, membuka diri terhadap pengalamannya, dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang didistorsinya.

Kelebihan person centered therapy :
  1. Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist.
  2. Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
  3. Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
  4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
  5. Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
  6. Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis.
  7. Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
  8. Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi.

Kekurangan Person Centered therapy
  1. Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana.
  2. Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan.
  3. Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
  4. Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
  5. Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
  6. Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup.
  7. Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatologi yang parah.
  8. Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.



sumber:
Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Palmer, Stephen. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semiun. Yustinus, OFM. 2006. Kesehatan mental 3. Yogyakarta : Kanisius.

No comments:

Post a Comment